Friday 10 May 2013

Napak Tilas SD Muhammadiyah Gantong (3)



Hari ke dua di Belitong

Tanjung Kelayang
Setelah sarapan kami jalan pagi ke pasar dekat Pelabuhan Tanjung Tinggi sekaligus melihat - lihar beberapa rumah yang dihuni burung walet. Tidak ada yang khas di pasar tradisional. Setelah mengambil beberapa gambar, kami pulang kembali ke hotel Mendanau untuk bersih diri, sarapan, sholat dhuha dan menuntaskan tilawah agar sepulang travelling tidak mempunyai tanggungan tilawah lagi seperti malam tadi.

Perjalanan ke Tanjung Kelayang tidak lupa membawa sun blok, topi pantai, kacamata hitam, kain pantai berwarna cerah, kaos kaki, minuman dan alat sholat. Terlihat beberapa turis asing. Bapak mendekati menyapa, berjabat tangan dan berkenalan. Rupanya mereka berasal dari Perancis dan datang ke Belitong ini dengan kapal pesiar. Mereka rela berkunjung jauh demi untuk melihat keindahan alam Indonesia. Kita tentunya bangga dan turut menjaga kelestarian alamnya. Dan tentu saja saya ingin lebih memaknai perjalanan ini lebih dalam dari mereka. Tidak semata - mata mengambil photo di beberapa sudut destinasi yang bagus kemudian mengupload di sosial media.Tapi lebih dari itu melihat sudut yang perlu dikritisi dan perlu di ambil hikmahnya.

Pulau Lengkoas
Dari Tanjung Kelayang kami menaiki perahu tradisional menuju Pulau Lengkoas. Sebelumnya ibu ketua Bu Lina dari travel SB memberikan breefing tentang snorkling yang akan dilakukan. Kami memakai life jacket sebelum naik perahu untuk prepare keamanan. Setelah sekitar 30 menit sampailah di Pulau Lengkoas yang luasnya hampir 1 hektar. Di sana terdapat mercusuar yang dibangun zaman Belanda tahun 1882 digunakan sebagai pemandu kapal - kapal yang berlayar di sekitarnya. Ada 17 tingkat menuju puncak mercusuar dan diperlukan stamina yang kuat untuk menaikinya dengan sebelumnya cuci kaki, lepas sandal dan membayar Rp.10.000 per orang. Dari atas selepas mata memandang keindahan laut berwarna hijau, biru, hitam terhampar bagai permadani alam. Para photographer tentu saja tidak menyia - nyiakan kesempatan ini.

Setelah nasi box siap dibawa pak nelayan ke tempat kami berkumpul. Kami makan dengan lahapnya nasi, ayam goreng, mie sayuran dan krupuk. Setelah makan beberapa orang mencari penjual minuman manis yang dingin. Tentu saja pulau terpencil ini tidak menyediakan minuman dingin, karena pulau ini hanya ramai dikunjungi pada hari libur saja. Ada 1 penjual minuman tidak dingin dan harganya 3 kali lipat. Wajar karena jauh mengangkutnya dari pasar seberang. Karena itu kalau mau hemat ya bawa minuman dan snack sendiri.

Saya dan orang tua mencari toilet dan tempat sholat. Alhamdulillah sudah disediakan 1 ruang lengkap dengan peralatan sholat. Petugas di sini memang kebanyakan muslim dan berasal dari tanah Jawa yang ditugaskan di pulau terpencil. Subhanallah demi nafkah keluarga meeka rela meninggalkan anak istri mencari penghidupan di tanah orang nun jauh dari kampung halaman. Semoga mereka selalu istiqomah dalam menjaga iman islamnya.Aamiin.

Ba'da zhuhur di kala matahari terik sekali, kami berangkat menuju spot snorkling. Ikan cantik dan tampan jinak sekali ketika diberikan serpihan wafer, sayang saya lupa membawa sisa nasi boks yang tadi dimakan teman - teman rombongan, karena ikan - ikan sangat senang makan nasi, hehehe kok sama ya dengan kita manusia. Bapak Ibu yang memang jago renang menikmati snorkling dengan poto underwater dan bermain kejar-kejaran di laut. Senangnya melihat orang tua rukun dan harmonis sampai kakek nenek. Karena panas menyengat, snorkling hanya dilakukan sebentar saja. Kemudian kembali ke kapal menuju Pulau Burong dan Batu Berlayar

Pulau Burong dan Batu Berlayar
Di Pulau Burong ada batu raksasa yang menyerupai burung. Untuk turun ke pulau ini harus berhati - hati karena banyak karang - karang tajam di sana. Beruntung saya memakai kaos kaki sehingga lebih melindungi. Walaupun terlihat orang aneh kok ke pantai pakai kaos kaki,  baju selutut, kulot gombrong dan jilbab panjang. Biarlah terlihat aneh, yang penting tetap dapat melakukan aktivitas wisata pantai dengan syar'i dan tetap happy berphoto ria di pantai dengan kain pantai warna - warni yang indah ditiup angin dan di atas batu granit yang disusun rapi dan indah oleh Sang Maha Pencipta. 

Di batu berlayar batu granit tersusun seperti layaknya layar. Rintik hujan menyambut kedatangan kami. Kami berjalan menyusuri pantai dalam gerimis mengundang. Tiba - tiba saja rambut teman kami perempuan berdiri, akhirnya kami jadi saing memperhatikan rambut teman yang lain, kecuai yang berjilbab ya. Kami semua tertawa dengan kondisi yang aneh dan lucu itu. Subhanallah... mungkin sepanjang jalur pantai ini arus magnetnya kuat sekali, karena sampai diujung pantai rambut teman - teman kembali rebah. Di ujung pantai kami minum kelapa muda bersama yang memang sudah disiapkan oleh pak nelayan. Setelah puas berphoto ria dan bertukar cerita seru dan tak lupa ke toilet, naaaah toilet di sini beda dengan pantai lain karena airnya tawar. Kok bisa yaa, mungkin sumber airnya dalam sampai menyentuh bagian air yang tawar. Kami tidak lama di sini, karena sudah agak sore jadi naik ke dalam perahu kembali ke daratan Tanjung Kelayang.

Pantai Tanjung Tinggi
Sampai di daratan Tanjung Kelayang, setelah bersih diri, kami melanjutkan perjalanan ke pantai Tanjung Tinggi. Inilah pantai tempat syuting film Laskar Pelangi. Ini ditandai dengan adanya prasasti bertuliskan informasi bahwa tempat tersebut pernah diadakan syuting.  Maha Hebatnya Allah Swt menyusun batu - batu granit raksasa. Banyak pendapat yang memperkirakan tentang asal mula batu tersebut. Ada yang mengatakan dulu Belitong semua permukaannya laut, setelah Allah jadikan manusia kemudian sebagian laut menjadi daratan dan keluarlah dari dasarnya batu - batuan. Ada juga pendapat dulunya ada gunung purba meledak dahsyat dan memuntahkan batu. Sampai sekarang belum ada satu ahlipun yang berhasil melakukan penelitian tentang hal ini. Perlu diketahui di Belitong tidak ada gunung vulkanik, jadk sangat kecil kemungkinan jika batu - batu granit raksasa dengan formasi artistik tersebut dari erupsi gunung berapi. Yang jelas semua adalah ciptaan Allah Swt yang seimbang dan tidak ada cacat.

"Yang menciptakan tujuh langit berlapis - lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?" (QS Al Mulk: 3)

Sayang, tangan - tangan jahil selalu ada di tiap tempat wisata. Entah apa yang ada di pikiran mereka menulis namanya di batu sehingga menyerupai prasasti dan orang akan mengenangnya? Ataukah berharap sebagai bukti sejarah bahwa nama - nama yang terukir di batu sebagai bukti sudah pernah berkunjung ? Pantas saja saya pernah baca artikel, bahwa backpacker adalah orang-orang yang ikut menyumbangkan kerusakan alam. Tapi tidak semua backpacker lhoooo, jadilah wisatawan yang bertanggungjawab akan keindahan, keseimbangan, dan kebersihan alam.

Sambil membahas tangan-tangan jahil tesebut, saya dan ibunda saling bergantian mengambil pose saat sun set tiba. Subhanallah suasana yang mahal karena tidak akan kami dapatkan di negara asal kami eh maksudnya di daerah kami Kreo tercinta. Beberapa teman kami masih asyik berenang sambil menikmati sun set. Banyak cara orang - orang menikmati sun set. Yang penting tetap dalam makna kebesaran Allah Swt.

Setelah adzan Maghrib dan beberapa orang menunaikan sholat, kami makan malam bersama. Di atas 3 meja panjang terhidang aneka makanan sea food. Insya Allah ini halal muslim, saya sudah berkunjung ke dapurnya mereka pakai saus tiram untuk memasaknya. Dan makanan khas di sini adalah ganggan khas Belitong yaitu ikan masak kuah kuning asam panis tanpa santan. Semua melahap sampai tuntas, hanya meja kami saja ber 7 tidak habis dan menyumbangkan sisa makanan kepada group meja satu yang berisi 8 orang jago makan.

Pulangnya kami mampir ke toko oleh-oleh kali ini membeli krupuk, kemplang, sambal lingkung alias abon ikan, terasi dan ikan asin dan beberala kaos untuk anak - anak ibu.  Packing di toko ini sangat rapih, sehingga aman ketika di dalam bagasi pesawat, tetap utuh kemasannya.  Niat hanya beli sedikit oleh- oleh akhirnya tetap saja 1 dus besar dan 1 dus sedang. Memang setiap wisata, pasti kopernya beranak.

Lanjut hari terakhir di Belitong

0 comments:

Post a Comment