19 Maret 2013
Ba'da Subuh kami sudah berada dalam taksi dengan tujuan bandara Suta. Kami berangkat lebih awal karena ada kekhawatiran jalan tergenang air, mengingat sehari sebelumnya sampai sore hujan deras membuat Jakarta dan sekitarnya "lumpuh." Alhamdulillah lancar ternyata air sudah surut sejak semalam.
Meeting point di depan loket Sriwijaya Air jam 07.00, kami sampai jam 06.30 wajar jika belum ada peserta lain termasuk panitia. Dengan berjalannya waktu kami was - was karena belum ada tanda - tanda panitia atau peserta lain, yang ada adalah rombongan dari travel lain degan tujuan sama ke Belitong. Karena kami daftar via internet dan belum pernah bertemu akhirnya mulai menduga - duga. Saya sibuk telphone dan sms panitia yang selalu dijawab ya sebentar. Dari kejauhan mulai nampak satu persatu yang hadir dan kami menduga inilah sepertinya orang - orang satu travel, awalnya senyum akhirnya kami saling menyapa. Seperti kami juga mereka bingung sudah jam 7.30 pihak travel belum datang juga. Saya telephone kembali ternyata sudah di dalam sedang mengurus tiket. Seharusnya bilang ya dari tadi, jadi kami semua tenang tidak gelisah.
Jam 09.00 mulai bagasi dan ticketing sekitar 30 menit. Setelah itu langsung naik ke pesawat. Penerbangan sedikit agak terhambat karena adanya penumpang yang tukar kursi tapi lupa tukar tiket, ada yang memangku anaknya padahal sudah di atas 3 tahun karena si anak takut duduk sendiri akhirnya butuh waktu untuk merayu. Bismillah pesawat siap take off. Semua instruksi pramugari dilaksanakan dengan baik seperti kencangkan sabuk pengaman, kursi tegak, matikan semua gadget. Ingat lho bukan hanya di non aktifkan karena sinyalnya akan mengacaukan sistem yang ada pada pesawat. Kecelakaan yang sering kita dengar seringkali karena human error.
Sayang pramugari Sriwijaya Air tidak memimpin doa, beda dengan perjalanan saya ketika ke Kalimantan dengan maskapai lainnya yang mengajak penumpang berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing - masing. Proses take off ini membuat bayi di belakang saya menangis keras. Pramugari segera datang meminta sang ibu untuk memberikan asi. Dengan asi dan dendangan khas Chinese si anak tetap menangis timbul tenggalam. Saya jadi teringat almarhumah nenek yang senantiasa menyenandungkan sholawat untuk para cucunda sebagai penghantar tidur sehingga kami semua tenang. Seandainya bayi di belakang saya ini muslim mungkin bisa lebih tenang dengan sholawat. Subhanallah Kullu mauluudin yuuladu 'alal fitrah. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Saya duduk di pojok dekat jendela menikmati ketinggian, melihat ke objek di bawah semakin jauh ...kecil... dan tidak terlihat, memandangi awan yang bergumpal indah seperti bulu - bulu domba, melihat sinar matahari yang menyilaukan mata. Subhanallah, Maha Besarnya Allah SWT yang menciptakan semua ini dengan ukuran yang tepat dan indah. Semua ciptaanNya yang ada di langit dan di bumi senantiasa bertasbih " Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah.Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."(QS Al Hadiid:1)
Sedang asyik mentafakuri langit, tiba - tiba bapak di sebelah saya mengajak bicara. Awalnya saya malas meladeni tapi karena dia terus bicara, mau tidak mau saya menyimak sambil sedikit berkomentar. Dia banyak bercerita tentang perjalanannya di dalam dan di luar negeri. Yang agak menarik perhatian saya adalah ketika dia mengingatkan, bahwa kalau mungkin saya travelling ke Hongkong, Cina, Thailand, Singapore dan negara yang minoritas muslimnya agar hati - hati dengan makanan karena kebanyakan adalah dicampur b2 paling tidak minyaknya. Dia mengakui sebagai Nashrani saja tidak suka eneg tapi terpaksa memakannya karena tidak ada pilihan. Dia juga mengingatkan untuk kalau bisa memilih travel tour Muslim, misal Tour Cina Muslim.Kalaupun pakai umum pilih ya mbak, hati - hati. Saya kaget juga dengan nasehatnya. Ternyata dari lisan siapapun kita dapat mengambil pelajaran hatta seorang Nashrani yang ternyata mempunyai kepedulian tinggi terhadap teman seperjalanannya yang bark dikenal. Trima kasih ya mas eh akeow ( panggilan yang baik untuk anak muda Cina ). Setelah itu saya memilih untuk memejamkan mata, karena lama kelamaan saya pusing mendengar dia cerita hal lainnya. Sampai snack datangpun saya abaikan ternyata dia sudah berbaik hati meletakkan di kantong depan kursi. Kamsiah...kamsiah...
Perjalanan Jakarta - Belitong menempuh waktu 1 jam, pesawat bersiap landing. Begitu pesawat landing dan belum benar - benar berhenti sudah terdengar beberapa hp berbunyi tanda diaktifkan, padahal pramugari sudah mengingatkan sebelumnya agar tidak menyalakan hp sebelum pesawat benar - benar berhenti. Inilah cerminan masyarakat yang sok sibuk. Mereka pandai tapi kurang faham. Lagi - lagi kembali kepada permasalahan karakter bangsa ini yang umumnya belum terlalu disiplin. Saya pernah membaca di Jepang 3 tahun pertama anak di sekolah dasar belum ada ujian karena penekanan mereka adalah penanaman karakter disiplin yang kuat mengakar. Kalau di Indonesia bahkan TK saja ada ujiannya ya. Dan itu terbukti pada pengamalan keseharian mereka. Bahkan sampai ustadzah saya yang pernah tinggal di Jepang berpendapat, mereka lebih Islami daripada orang Islam sendiri. Mereka secara nilai - nilai kemanusiaan sudah baik tinggal mengganti sesembahan mereka dengan Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Ustadzah pernah berdialog dengan warga Jepang yang sudah akrab dengan beliau. Apa tidak bingung dewa nya banyak nanti sesama dewa saling ribut lagi. Kata warga Jepang ini, kalian tuh yang suka ribut padahal Tuhan kalian satu. Kami Tuhannya banyak akur - akur saja. Yah, memang mereka juga sangat mendewakan nalar.
Dari jauh sudah terlihat bandara yang ternyata bernama Bandara Hanandjoeddin. Alhamdulillah kami sampai dengan selamat. Kami disambut oleh petugas bandara berpakaian batik. Wah serasa tamu penting nih. Ya, kami turis lokal memang ikut meningkatkan perekonomian masyarakat, mereka sangat suka dengan kedatangan rombongan ke Belitong. Sampai di pintu bandara semua berseri wajahnya, berpose di depan tulisan Bandara Hanandjoeddin awalnya agak sulit juga mengejanya. Sambil menunggu bagasi, nampak seorang muslimah melempar senyum kepada saya. Lama - lama dia mendekat dan memberi salam sambil mengulurkan tangannya. Ukhti tujuan mau ke mana ? Setelah menjawab salam dan berkenalan, saya menjelaskan tujuan saya datang ke Belitong. Saya tidak bisa bicara banyak karena begitu semua tas sudah ada kami bergegas menyusul rombongan travel ke dalam mobil. Subhanallah indahnya ukhuwah, seandainya bisa bicara lebih lama, bisa bertambah lagi saudara seiman.
Dengan dua mobil kami menuju arah hotel yang berjarak sekitar 15 menit dari bandara. Memasuki wilayah luar bandara nampak rumah warga hampir semua beratap seng dan berparabola karena mereka tidak akan dapat menangkap siaran jika tidak memakai parabola dan beberapa rumah berpanggung. Ibu di samping saya teman seperjalanan melihat saya terheran - heran, menjelaskan bahwa itu adalah kepercayaan mereka. Genteng terbuat dari tanah sebelum mati pantang tidur di bawah tanah, kecuali nanti di kubur. Saya tersenyum geli, hari gini masih saja ada orang yang berkeyakinan seperti itu. Tapi memang mayoritas warga adalah Tionghoa. Kalau muslim yang sudah faham biasanya sudah mau memakai genteng, karena lebih nyaman. Mengingat udara di Belitong sangat panas, pakai seng bukannya lebih panas ? Mereka sudah terbiasa sih. Gedung pemerintahan daerah juga saya lihat memakai genteng, karena mereka beranggapan itu bukan rumah tinggal. Beda agama, beda keyakinan. Saling menghormati selama tidak menyentuh ranah aqidah.
Sampai hotel di Tanjung Pandan kami check in sekamar ber tiga dengan bapak dan ibu. Setelah bersih diri dan berkumpul kembali untuk singgah di rumah makan Atep yang menjual mie kuah khas Belitong. Warung ini sangat terkenal. Artis, pejabat pernah singgah di Mie Atep, buktinya ada pada poto - poto yang terpajang sepanjang dinding. O, iya sebelumnya saya sudah googling tentang kehalalan mie ini, bertanya langsung kepada Nci pemilik, melihat langsung racikan. Dengan ikhtiar tersebut, Bismillah insya Allah sudah menghalalkan. Mie Belitong adalah mie kuning di siram kuah gurih dari udang, potongan kentang dan emping diberi sambal lebih mantap. Minumnya es jeruk khas Belitong karena jeruknya kecil - kecil. Asam dan segaaar diminum di tengah udara panas Belitong. Alhamdulillah. Tak lupa kami sempatkan pose dengan pemilik mie Atep, dan pose dengan rombongan di depan warung.
Setelah makan kami melanjutkan perjalanan ke Belitung Timur tanah kelahiran Pak Yusril Ihza Mahendra dan Ahok yang memakan waktu 4 jam dengan kondisi mobil Elf melaju kencang. Di sana memang tidak ada macet. Jalanan sampai ke pelosok bagus semua. Pantas saja Ahok sebagai Bupati Belitung sangat disukai warga.Yang saya dengar dari pak sopir. Ahok dicintai masyarakat karena dia dan keluarganya berjiwa sosial, sekarang Bupati dilanjutkan oleh adik Ahok. Dengan segala plus minus tentang pribadi Ahok kita ambil saja kebaikannya untuk dijadikan salah satu referensi. Walaupun kita juga punya contoh pejabat yang lebih bagus karena mempunyai banyak prestasi dan penghargaan seperti Gubernur Jawa Barat bapak Ahmad Heriawan, Gubernur Sumatra Barat bapak Irwan Prayitno, Gubernur Sumatra Utara bapak Gatot, Gubernur Maluku Utara Bapak Ghani Kasuba dan lainnya.
Sampailah di Pantai Burung Mandi untuk makan siang dengan nasi boks. Bapak makan dengan lahap, ibu masih kenyang dengan Mie Belitong dan saya hilang nafsu makan karena banyak sekali anjing jinak yang berkeliaran di pantai ini. Alangkah tidak nyaman, makan sambil ditungguin beberapa anjing dan kucing serta ayam. Saya dan ibu memilih memberikan nasi pada nelayan dan langsung menikmati pantai sejenak sambil mengambil gambar dengan objek pantai, perahu, ibu dan bapak. Di pantai burung mandi kami hanya sebentar.
Lanjut ke vihara kwan im, di tengah perjalanan saya bertanya keberadaan masjid karena kami akan melaksanakan kewajiban sholat. Alhamdulillah pak sopir yang beragama Islam tapi sayangnya tidak sholat, menurunkan kami di musholla. Sedang yang lain lanjut ke vihara. Setelah selesai sholat dia berjanji akan menjemput. Beberapa teman ikut tjrun sholat dengan bergantian meminjam mukena ibu. Sayang sekali harusnya semua prepare dark sebelum berangkat. Jadi tidak bisa berjamaah deh. Sopir menjemput kami untuk bergabung ke vihara. Bapak protes karena tempat ini tidak penting untuk dikunjungi kalau menurut beliau, kita muslim tidak usah ke vihara. Saya memberi pemahaman karena kita ikut travel milik Chinese jadi kita kita ikuti saja, toh kita tidak ikut beribadah. Peserta lain nampak antusias mengambil gambar di semua sudut vihara. Bapak tetap di parkiran. Saya dan ibu ke atas untuk ke toilet vihara. Saya juga tidak nyaman berlama -lama dan tidak menikmati karena bau dupa penyembahan dewa mereka sangat menyengat.
Perjalanan lanjut ke pantai bukit berbatu. Untuk memasuki wilayah pantai bukit berbatu harus perlahan karena banyak monyet yang mendadak melintas. Subhanallah.....batu sebanyak itu indah berjejer dengan tingkat seni yang Maha Tinggi dari Maha Pencipta. Kami memuaskan diri dengan mengambil objek gambar alam sekitar dan pose diri bergantian.
bersambung...
0 comments:
Post a Comment