Pendidikan adalah elemen penting dalam pembangunan bangsa, karena melalui pendidikan, dasar pembangunan karakter manusia dimulai. Masih hangat dalam pikiran kita, dulu dibekali dengan pendidikan karekter bangsa semacam PMP dan PSPB hingga berlanjut dengan model Penataran P4. Pendidikan karakter diperkukan untuk mempertahankan jati diri bangsa.Namun sayang, pendidikan karakter belum sampai tahap internalisasi atau tindakan nyata.
Pendidikan di Indonesia saat ini lebih mengedepankan aspek peningkatan kognitif serta mengesampingkan pembangunan karakter. Sebagian orang mulai tidak memperhatikan lagi, bahwa pendidikan tersebut berdampak pada perilaku seseorang. Padahal pendidikan sebenarnya diharapkan mampu menghadirkan orang yang berkarakter kuat karena pada dasarnya manusia dapat dididik dan harus sejak dini. Meski manusia memiliki karakter bawaan, namun bukan berarti karakter itu tidak dapat diubah. Perubahan karakter membutuhkan perjuangan yang berat serta latihan yang terus menerus untuk menghidupkan nilai - nilai yang baik.
Berdasarkan sebuah penelitian, Hecmen menyimpulkan kecerdasan kognitif saja tidak cukup untuk membuat seseorang berhasil dalam hidup. Sukses seseorang juga ditentukan oleh kecerdasan non kognitif ( sosio emosional, mental, ketekunan, motivasi, percaya diri ). Semua kemampuan itu dapat diubah jika rangsangan untuk itu diberikan sejak usia dini.
Penelitian tentang perkembangan otak : kualitas kecerdasan dan karakter sangat ditentukan oleh asupan yang dibetikan pada usia 0-4 tahun (50%), 4 - 8 tahun (30%), 9-17 tahun (20%). Karena itu usia 0-8 tahun disebut sebagai "golden age ".Kegagalan dalam memaknai betapa pentingnya masa emas ini terbukti membawa bencana kemanusiaan di kemudian hari di kalangan anak, remaja bahkan dewasa.
Dalam tataran kenyataan di lapangan, kita jumpai betapa kendala implementasi pendidikan karakter usia dini sehingga optimalisasi dari pendidikan karakter belum begitu dirasakan. Hal ini dapat dirasakan dari output yang dihasilkan. Seolah - olah tidak ada output yang spesial dari karakter - karakter khas yang muncul dari anak didik dalam keseharian meteka. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kendala antara lain sebagai berikut :
Kendala pertama adalah kurangnya wawasan dan kesadaran orang tua untuk memilih pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Mereka berpandangan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara pihak penyelenggara pendidikan yang satu dengan yang lain dalam hal pendidikan karakter. Padahal kenyataannya tidak demikian. Penyelenggara pendidikan yang secara sepintas ada pada "strata " yang samapun dapat menghasilkan output anak didik yang berbeda karena menerapkan metode yang berbeda.Oleh karena itu, sebagai pihak orang tua hendaklah terus berupaya memperluas wawasan mereka akan perkembangan dunia pendidikan.
Kendala yang lain berasal dari pihak penyelenggara pendidikan. Tidak sedikitpun para penyelenggara pendidikan lebih memilih tetap berada pada zona "aman". Usaha-usaha untuk terus mengasah dir dan memperbaiki diri tidak atau kurang tampak dilakukan. Memang, pada dasarnya semua jenjang pendidikan yang dimulai dari TK, SD dan seterusnya, aspek pendidikan karakter sudah tercakup di dalamnya. Problemnya adalah sejauh mana pemilihan dan penerapan metode yang tepat telah dilakukan sehingga efektifitasnya terlihat. Dengan demikian istilah pendidikan karakter bukan hanya terdengar lebih sebagai "latah" yang sering diucapkan para penyelenggara pendidikan dibandingkan essensi sesungguhnya.Hendaklah penyelenggara pendidikan terus mengikuti perkembangan dunia pendidikan baik melalui jalur formal maupun informal dan terus mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan pada lembaganya termasuk dalam pemilihan metode pendidikan yang baik.
Kendala berikutnya adalah aspek keteladanan.Tidak jarang terjadi, aspek keteladanan yang tidak diindahkan yang ditunjukkan oleh para pelaku pendidikan dalam hal ini guru dapat mencederai kepercayaan masyarakat yang menaruh harapan besar kepada mereka. Sebagian kalangan masyarakat akan mempertanyakan ketidaksinkronan antara perilaku mereka dengan misi pembangunan karakter yang dibawa lembaganya.Apalagi jika hal ini dijumpail pada lembaga pendidikan yang baik dalam motto, misi maupun metode sangat menekannkan aspek pembangunan karakter.
Kendala selanjutnya, belum meratanya kualitas dalam implementasi pembangunan karakter oleh para penyelenggara pendidikan pada jenjang berikutnya sehingga masyarakat merasa ada nya keterbatasan dalam menentukan pilihan bagi anaknya yang telah selesai pada jenjang sebelumnya. Mereka menghendaki agar kualitas karakter yang telah didapatkan di jenjang pendidikan tertentu akan dapat terus berlanjut pada jenjang berikutnya. Sebaliknya, mereka tidak ingin asset positif yang sudah terbentuk lambat laun hilang karena salah menentukan sekolah bagi anaknya.
Dalam perkembangannya meskipun belum dalam skala yang massiv peningkatan kesadaran orang tua untuk mengikuti perkembangan dunia pendidikan semakin meningkat.Sehingga di lapangan tidak jarang terjadi misalnya, orang tua murid memindahkan anaknya yang duduk di TK atau SD lembaga yang lain setelah melihat bahwa terlihat perbedaan kualitas di antara keduaya dalam hal pembangunan karakter bagi anak - anak mereka. Semakin meningkat kesadaran orag tua akan semakin banyak fenomena seperti ini terjadi.Ini merupakan proses alamiah yang harus dimaknai bahwa sudah saatnya para penyelenggara pendidikan secara serius memikirkan upaya peningkatan kualitas mereka secara berkelanjutan, jangan berpuas diri pada zona " aman " yang ada. Bisa jadi zona " aman " tersebut suatu saat nanti menjadi zona "tidak aman " bagi mereka dan merekapun akan terlindas oleh zaman.
Syahidah Peduli
0 comments:
Post a Comment