Dengan niat untuk sejenak melepas penat keseharian, kami memilih
lokasi wisata dan jatuhlah pilihan untuk ke suatu pantai. Kami memilih Pulau
Pari karena teman Ibu, Mas Erwin sebagai Tour Guide di pulau tersebut.
Tepat16 November 2012 ba'da Subuh saya, Bapak, dan Ibu dengan taksi segera
menuju Pelabuhan Tanjung Priuk. Ketika taksi sudah mulai memasuki wilayah Muara
Angke. Bau menyengat mengiringi perjalanan kami masuk ke pelabuhan. Sampah ikan
busuk ditambah air got yang mampet dan bau ikan asin sangat menganggu
pernafasan kami sampai ke paru - paru, kami menahan mual dengan menutup hidung
rapat-rapat. Sungguh, kami terkaget-kaget dengan kondisi ini, niat kami untuk
berwisata agak menyurut, tetapi sudah kepalang tanggung karena kami sudah
hampir sampai pelabuhan. Dari informasi yang kami dapat dari supir taksi, bahwa
lain kali kalau mau ke Kepulauan Seribu sebaiknya melalui Marina Ancol saja
dengan speed boat. Memang lebih mahal tetapi lebih nyaman dan lebih memuaskan.
Ya begitulah ada harga, ada barang. Ini tidak kami antisipasi sebelumnya,
karena informasi ini tidak masuk kepada kami.
Sampailah kami di meeting point yang sudah di informasikan oleh
Tour Guide yaitu di SPBU Muara Angke. Ternyata bersama kami banyak sekali yang
akan berangkat ke Pulau Pari tentunya mayoritas para wisatawan lokal dan
minoritas wisatawan asing yang memilih wisata murah. Sebelum menuju kapal,
Bapak meminta saya menemani beliau ke toilet. Antrian panjang di depan toilet
membuat kami enggan sebenarnya, tapi apa boleh buat, hajat manusiawi harus
segera ditunaikan. Sampai di dalam toilet ternyata Bapak tidak mendapatkan air
untuk istinja. Saya segera membeli air mineral di warung terdekat dengan
sebelumnya ijin ke orang yang ada di belakang saya untuk menjaga antrian saya
sekaligus minta untuk pesan berantai tentang sikon toilet kepada orang yang ada
dalam antrian, saya sangat menyayangkan orang - orang yang sebelumnya di depan
saya tidak menginfokan, bahwa tidak ada air di toilet. Segera saya menyodorkan
air mineral kepada Bapak, dan setelah selesai segera bergegas kumpul dengan
rombongan. Lain waktu sebaiknya tuntaskan dulu sebelum sampai pelabuhan, karena
setelah itupun ketika saya mengantar keponakan ke toilet di kapalpun sangat
tidak nyaman. Karena terpaksa, maka para bocah membuang hajat sambil meringis
ketakutan.
Setelah rombongan keluarga kami lengkap ada 11 orang. Kami
menuju kapal dengan melewati jalan yang licin, becek dan bau. Saran saya
gunakan sepatu atau sandal yang tidak licin dan kuat. Sebelum menaiki kapal
sebaiknya cukup perbekalan snack dan air mineral, mengingat perjalanan cukup
lama yaitu 2 jam. Apalagi kami membawa serta 4 anak - anak, para bunda sudah
mengantisipasi juga p3k dan aneka games.
Jangan bayangkan kapal pesiar untuk menuju Pulau Pari ini,
karena wisata yang di tawarkan kepada kami ini adalah wisata murah dan memang
cocoknya buat para back packer. Kami memang tidak menyangka kondisinya seperti
ini. Di dalam kapal kayu tua ( mungkin usianya lebih tua dari usia saya ), kami
berdempet - dempet seperti ikan sarden. Persis seperti imigran gelap yang akan
minta suaka politik ke negara lain ketimbang wisatawan. Untung kami mendapat
tempat di dekat jendela bukan di tengah, sehingga anak - anak bisa sedikit
mengusir kejenuhan dengan sesekali melihat suasana di luar kapal. Untuk
keamanan penumpang, telah disediakan life jacket lusuh yang nampaknya jumlahnya
tidak sebanding dengan jumlah penumpang yang ada. Saran saya kalau memilih
wisata ke pulau ala back packer ini, bawalah life jacket sendiri untuk
antisipasi. Hehehe sampai sekarang setiap ingat hal ini saya selalu tersenyum
geli, biarlah jadi kenangan lucu.
Setelah menunggu 2 jam, kapal perlahan - lahan bergerak.
Ahamdulillah......rupanya harus menunggu kapal ini benar - benar penuh atas
bawah. Ya, kapal ini memang bertingkat dan atasnya ditutup dengan terpal
sederhana. Sebenarnya kami sangat khawatir terutama terhadap anak - anak yang
awalnya ceria mau berwisata sampai senyumpun hilang dari mereka, rupanya
kelelahan menunggu. Biarlah ini menjadi pengalaman berharga dan mengambil
hikmahnya saja. Sesekali tidak apalah kami mengalami kondisi prihatin saat
berwisata. Lain kali Insya Allah, kami akan ke pulau lainnya di Kepulauan
Seribu dengan speed boat saja dari Marina Ancol.Bismillaahi tawakkaltu
'alallaahi laa haula wa laa quwwata illaa billaah dan doa naik kendaraan
lautpun mengalir dari bibir - bibir kami, yang menjadi perhatian orang
lain. Berharap sih mereka mengikuti.
Awal perjalanan kami disambut oleh pemandangan yang
memprihatinkan. Perairan ini seperti tempat sampah besar berwarna hitam pekat
karena campuran limbah oli dan berbagai macam jenis sampah. Kami sampai iseng
menyebutkan apa saja sampah yang dibuang orang - orang, eh itu bungkus ini,
bungkus itu ( menyebut merk - merk kemasan minuman dan makanan ). Sampai celana
dalam pun kami lihat mengambang di perairan. Astaghfirullaah.....joroknya
masyarakat ini. Sangat memalukan, bayangkan ini adalah salah satu akses turis -
turis asing yang ingin wisata ke Kepulauan Seribu, karena bersama kamipun ada
beberapa turis asing. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka tentang
karakter bangsa ini. Sungguh, sebagai pendidik masih banyak pekerjaan rumah
saya dalam membangun karakter anak bangsa termasuk karakter ramah lingkungan.
Semakin kapal menjauh, air laut semakin baik. Semakin biru.
Sudah tidak tampak lagi pelabuhan dari pandangan kami, hanya air laut biru,
ombak terjang menerjang beserta gugusan pulau - pulau beserta burung - burung
yang bertasbih sebagaimana lisan dan hati kamipun senantiasa
berdzikir.Subhanallah..... indahnya alam ciptaan Allah, sayang sekali
tangan - tangan jahil telah merusak sebagian alam yang merupakan amanah bagi
kita para khalifah fil ardhi
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah
Allah memperbaikinya dan bedoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang - orang yang berbuat baik." (Al A'raf:56)
Sebelum sampai di Pulau Pari, sebagian penumpang turun di Pulau
Untung Jawa. Tadinya kami mengira sudah sampai, tapi ternyata kami harus lebih
bersabar lagi untuk dapat menikmati Pulau Pari yang kabarnya pantainya masih
lebih bersih dibandingkan pantai lainnya. Dan memang demikianlah, kenyataan
telah di depan mata, setelah perahu kami mendarat.Pemandangan Pulau Pari yang
bersih dan pantainya yang landai, tanpa gelombang, tidak begitu ramai dan bebas
polusi seolah - olah menyambut kami dengan senyumnya yang paling manis.
Alhamdulillah, akhirnya kami dapat melepas penat, setelah 2 jam berada di dalam
kapal pengap.
Semua bawaan kami diangkut dengan gerobak oleh petugas dari home
stay, sambil menunggu kami bergaya dulu dengan berbagai pose di tempat - tempat
yang akan menjadi kenangan bagi kami, terutama di patung ikan Pari besar
bertuliskan Selamat Datang di Pulau Pari. Setelah yakin semua barang terangkut,
kami mengikuti gerobak menuju home stay yang tidak jauh dari Pelabuhan Pulau
Pari.
Welcome drink segar segera kami teguk Bismillaah.... isinya
rumput laut hasil olahan warga dan sirup merah.Hmmmm segaaaar. Alhamdulillah.
Kami ber 11 masuk ke dalam home stay dengan 3 ruang tidur dan 2 kamar mandi,
tujuan utamanya adalah sejenak melepas lelah, bersih diri, sholat dan makan
siang tentu saja dengan menu serba ikan hasil tangkapan nelayan setempat.
Yummy....doa mau makan dari mulut bocah - bocah mengalir dengan bangga.
Alhamdulillah keponakanku sholeh sholehah, walaupun masih SD kelas rendah tapi
mereka sholat tanpa disuruh, bahkan ketika menjadi musafirpun.
Destinasi pertama kami adalah Pantai LIPI. Untuk menuju ke sana
kami mengayuh sepeda yang disediakan oleh pemilik home stay. Sepanjang jalan
nampak berbagai macam home stay dengan variasi harga sesuai dengan fasilitas.
Tentunya home stay yang ber ac, dengan sepeda - sepeda mini merk ternama dan
kelihatan masih kinclong, harga sewanya akan berbeda dengan fasilitas seadanya.
Semua tergantung kocek dan kebutuhan kita. Selama perjalanan kami juga berpas -
pasan dengan pengendara sepeda lain.Semua bertukar senyum dan tawa, semua
senang dalam suasana desa pesisir yang panas tapi sejuk. Di Pantai LIPI kami
tidak berlama -lama bermain air dan berfoto ria karena kondisi masih lelah.
Kami kembali lagi ke home stay pada sore hari untuk beristirahat. Masing -
masing dengan kegiatannya ada yang nonton tv, upload photo, ngobrol, leyeh -
leyeh dan saya ngumpet di kamar. Keluarga maklum karena mereka sudah terbiasa
mendengar saya mengaji. Sebaiknya memang, dimanapun kita berada tetap menjaga
target ibadah yaumiyyah. Insya Allah kita berlindung dari sifat riya dan sum'
ah. Dan ini kita niatkan pula sebagai syiar dakwah kepada keluarga kita.
(bersambung)
0 comments:
Post a Comment