Friday 3 May 2013

Travelling @Pari Island Part II


Tak lengkap rasanya ke pulau tanpa mengejar sun set, setelah beristirahat sejenak kami segera mengayuh sepeda bersama menuju Pantai Perawan di sebelah timur letaknya. Subhanallah airnya bersih, pasirnya putih, puas rasanya kami bermain dan mencari aneka kerang bersama keluarga di sana.Pantas saja orang menyebutnya Pantai Perawan karena memang masih terjaga keasliannya. Kali ini belum rizki kami melihat sunset yang indah karen tertutup awan gelap, menandakan akan segera turun hujan. Kami bergegas kembali ke home stay sebelum hujan benar-benar menyiram bumi.
Setelah makan malam, kami sempatkan untuk mengelilingi kampung kecil yang bersih ini yang hanya ditinggali oleh 900 jiwa atau 265 kk. Beberapa rumah menyediakan  oleh - oleh dengan harga bersaing. Rupanya keripik sukun dan manisan rumput laut yang menjadi khas buah tangan dari Pulau Pari. Setelah dirasa cukup, saya dan Ibu melanjutkan perjalanan ke dermaga utama karena nampak dari kejauhan ramai dan terang. Ada apa ya? Ternyata seperti juga di daerah rumah kami, di Pulau Pari pun ada juga pasar malam. Masyarakat berbondong-bondong keluar mencari hiburan dengan berbelanja aneka barang dan permainan anak - anak sederhana. Kabarnya para pedagang ini berasal dari Tangerang. Lhooo, memang dekat ya dari Tangerang ? Ya ternyata, dari  Rawa Saban Tangerang lebih dekat untuk ke Pulau Pari ini hanya sekitar 1 jam. Padahal saya warga Tangerang tapi baru mengetahui informasi ini belakangan.

Dalam sejarahnya Pulau Pari yang luasnya 94, 57 hektar ini dulunya merupakan tempat pelarian para pekerja paksa jaman penjajahan Belanda. Mereka hanya dengan bermodalkan perahu cadik, sekuat tenaga mendayung perahu dari Tangerang ke Pulau Pari. Dinamakan Pulau Pari karena dulunya banyak ikan pari di perairan ini. Sekarang Pulau Pari merupakan gugusan pulau yang masuk Pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Jadi sambil berwisata alam kita juga bisa sekaligus wisata budaya dan sejarahnya lho. Jadi tambah wawasan kaaaan.

Sepanjang perjalanan pulang ke home stay saya tergelitik untuk bertanya, di manakah warga setempat mengungsi sementara, karena rumah mereka khususnya Jumat sampai dengan Ahad disewakan untuk home stay. Selidik punya selidik ternyata mereka membangun 1 ruang kecil di belakang rumah induk di sanalah mereka sementara tidur. Dan benar saja, waktu saya pulang ada pintu penghubung di dekat kamar mandi dan terdengar suara tv dari dalam kamar. Alhamdulillah ya, salah satu imbas dari menggeliatnya Pulau Pari ini adalah ekonomi masyarakat lebih meningkat. Selain tentunya dampak negatif juga menjajah masyarakat yang polos. Dalam hal ini pejabat setempat harusnya membuat aturan dan sangsi yang ketat dengan masuknya minuman keras, pergaulan bebas dan contoh akhlak yang tidak baik lainnya yang dibawa oleh para wisatawan. Jangan sampai mengorbankan aqidah dan akhlak demi lembaran - lembaran uang. Na'udzubillaah min dzaalik.

Awan gelap yang menutupi sun set sore tadi ternyata terbukti. Selepas kami membereskan oleh - oleh, hujan deras turun. Kami sempat khawatir dengan kondisi ini mengingat besok kami akan snorkling ke pulau lain. Tapi sebagai muslim yang beriman kami harus saling mengingatkan untuk ikhlash dengan semua takdir Allah termasuk hujan yang penuh barokah ini. Setelah sholat Isya, saya memilih untuk tidur menyiapkan stamina esok hari, yang lain masih di teras menikmati hujan malam hari sambil merencanakan perjalanan snorkling besok dan tentu saja sambil menunggu chasan gadget mereka, maklum stop kontak hanya terbatas dan kami lupa membawa kabel gulung mini.

Tengah malam saya terbangun, ternyata keluarga saya terutama yang dewasanya baru pulang dari barbeque di pantai, rupanya begitu hujan reda mereka diajak ke pinggir pantai oleh Mas Erwin. Dalam jadwal saya tau ada agenda barbeque tapi saya memilih untuk beristirahat saja mengingat saya alergi dengan sea food dan hak mata untuk istirahat sudah tidak bisa ditawar lagi.

Keesokkan harinya setelah Subuh kami berjalan kaki menuju dermaga utama yang sudah ramai dengan orang trutama anak - anak muda, kami nkatkan untuk mentafakuri alam, melihat keindahan sun rise sambil membaca Al Ma'tsurat. Memang dalam melakukan wisata agar target ibadah yaumiyyah kita tetap berjalan memang harus pandai mengatur waktu. Insya Allah dengan niat kuat semua bisa kita kerjakan. Subhanalah, cantiknya mr Sun menyambut pagi nan cerah dengan senyuman merekah. Assalamu'alaikum teman - teman......Hallooo...Semangaaat Pagiii !!!!! Kamipun sibuk dengan berbagai macam gaya untuk mengabadikan kesempatan emas ini. Ciiiis....Klik....

Pulang ke home stay, bersih diri, makan daaaan siap - siap snorkling. Semua siap dengan pakaian renangnya. Yang laki -laki tetap menutup auratnya dengan baju renang celana dan baju panjang, perempuannya apalagi semua gaya dengan baju renang muslimahnya, dan tentu saja saya yang paling ralat dengan kaos kaki tetap terbalut ke manapun pergi. Hehehe ini awalnya yang membuat Bapak risih, kok ke pantai pakai kaos kaki aneh kamu. Tapi setelah diberi pengertian Bapak berusaha menghormati prinsip saya dalam menutup aurat berusaha kaffah. Insya Allah Aamiin.

Sunblok, kacamata hitam, topi pantai, kain pantai, melengkapi wisata pantai kami. Anak - anak kelihatan paling riang, kesulitan selama perjalanan di kapal ??? Sudah lupa tuh !!! Perahu tradisional milik nelayan sudah menunggu, kami menaiki perahu dengan tak lupa membaca doa naik kendaraan laut. Guide kami menjelaskan cara memakai peralatan snorkling seperti masker dan fin atau kaki katak dan life jacket. Tak lupa cara mengatur nafas diperagakan pula.

Sampailah kami di spot snorkling di Pulau Bintang Rama. Semua masuk ke dalam laut. Anak - anak semua berani terjun ke laut, hanya saya sebagai budenya yang takut maklum pengalaman pertama. Bismillah dengan dipandu adik dan Bapak akhirnya saya ikutan menceburkan diri ke laut. Ibunda yang memang kecilnya di sungai Kalimantan langsung mengajak poto underwater. Mas Erwin tentu saja sangsi, karena supaya bisa masuk ke dalam air harus lepas life jacket. Karena Ibunda dan adik mantap, akhirnya jadilah mereka poto underwater. Subhanallah yaa ikannya cantik - cantik dan tampan - tampan,  sangat jinak mendekat ketika diberi nasi yang memang sudah kami siapkan darj home stay, karangnya meingkar panjang dengan terumbu karang. Subhanallah indahnya ciptaan Allah.
Puas dengan snorkling sekitar sejam, kami bersiap - siap kembali ke darat. Karena hari Jumat, bapak - bapak, harus dapat mengatur waktu dengan baik, karena sholat Jumat hukumnya wajib bagi laki - laki muslim. Sampai home stay kami bersih diri, packing dan segera menuju Masjid untuk sholat Jumat. Saya bersyukur mempunyai keluarga yang istiqomah menegakkan sholat di manapun berada.

Setelah sholat Jumat dan sholat zhuhur bagi kami yang perempuan,  kami check out dari home stay menuju dermaga, sambil menunggu  kapal sederhana, kami makan bakso besar-besar dan enak rasanya, rupanya juga dikirim dari Tangerang. Setelah puas makan bakso, kami membeli oleh - oleh di kios berupa gantungan kunci, pin, kaos dan topi pantai. Kapal sederhana datang jam 13 siap mengangkut kami ke Tanjung Priuk.

Selama perjalanan ke Jakarta tentu kondisinya tidak jauh berbeda.Hanya saja pengamatan saya lebih kepada perilaku penumpang yang tidak menghormati penumpang lain seperti merokok padahal pas di atas kepalanya ada tulisan di larang merokok, sampai iseng saya photo saja, penumpang di atas kapal lain lagi perilakunya terdengar berisik langkah kaki, mereka tidak memikirkan keselamatan nyawa, perilaku membuang sampah dari ataskapal juga terlihat di mana- mana, pantas saja laut tidak lagi jernih. Dipikirnya agama hanya ibadah ritual saja semacam sholat, zakat, puasa ? Memang belajar agama itu harus juga mengkaji selain mengkaji sehingga agama dibahasakan pula membumi.

Sampai di Tanjung Priok hampir semua penumpang tidak sabar ingin cepat keluar, akhirnya sah lah jendela menjadi pintu. Berubah fungsi rupanya. Kasihan anak - anak yang sedang dibangun karakter logikanya. Kalau tidak pintar - pintar pendidik menjelaskan, memberi contoh maka tumbuhlah ananda menjadi manusia yang tidak bisa berpikir logis, tidak menghormati hak orang lain, tidak mengetahui fungsi semestinya, tidak sabar dan lain - lain. Jadi wisata ini juga sebagai bahan pelajaran bagi ananda sekalian agar bisa mengambil ibrohnya.

Fuuuuiiiih berpeluh keringat, Alhamdulillah keluar kapal dengan selamat. Kami berpisah karena 2 keluarga kami berbeda arah parkir mobilnya. Perjalanan ke parkiran lumayan jauh. Saya berusaha mengimbangi kaki tua Bapak sambil membawa tas yang lebih berat karena berisi oleh-oleh dan kerang. Samlai di parkiran, setelah barang di mobil, kami berbelanja aneka sea food untuk di olah di rumah. Sudah terbayang aroma bakar dari dapur ibunda, akan menemani kami saralan esok hari. Sayaaang saya tidak bisa ikut makan karena alergi masih menjadi penyakit utama saya.

Semoga dengan berbagi pengalaman ini bisa menjadi amal sholeh saya, sehingga kalau ada yang belum pernah ke Pulau Pari sudah ada bayangan dan insya Allah kami akan kembali ke pulau lainnya lewat Marina Ancol agar lebih santai dan menyenangkan perjalanannya. Tunggu cerita-cerita lainnya yaaa...Belitong. Napak Tilas Laskar Pelangi, Perkembangan Islam di Baduy, Dieng Negeri di Atas Awan dan lain-lain. -end-

0 comments:

Post a Comment