Perempuan adalah makhluk sosial. Dia tidak dapat hidup tanpa berinteraksi
dengan pihak lain. Beragam interaksi dilakukannya dalam berbagai segi kehidupan
antara lain interaksi sosial, ekonomi maupun politik. Dinamika interaksi yang
dilakukan dalam berbagai segi kehidupan itu memunculkan beragam kejadian.
Kejadian kejadian itu bisa bernilai positip maupun negatip. Karena kejadian
adalah buah dari sang pelakunya, maka nilai
positip ataupun negative kejadian
itu berimbas kepada pelakunya. Nah, disinilah muncul apa yang disebut citra diri. Citra diri merupakan pandangan kita dalam berbagai peran yang
mencerminkan watak kepribadian kita (sebagai mahasiswi,wanita karier, politisi, dll). Ini merupakan citra diri dari sudut pandang kita (ellopedia).
Disisi lain, pihak luar pun memiliki gambaran tentang diri kita yang bisa jadi sama atau mungkin
berbeda dengan citra diri dalam benak kita.
Adalah hal yang wajar bila seorang perempuan selalu berusaha
memperbaiki citra dirinya. Karena perbaikan citra diri yang terus menerus
merupakan fitrah manusia. Seorang pendidik berusaha memperbaiki citra dirinya
dengan terus menimba ilmu. Seorang wanita karier meningkatkan citra dirinya
dengan bekerja secara professional. Seorang ibu rumah tangga memperbaiki citra
dirinya dengan bersosialisasi lebih baik dengan tetangganya. Seorang mahasiswi
citra dirinya ia tingkatkan dengan memperkaya wawasan keilmuannya. Bahkan Cinderella pun mematut matut diri di depan
kaca. Untuk apa ? citra diri.
Apa yang terurai di atas merupakan proses peningktan citra diri yang
wajar dan positip. Karena ikhtiar ikhtiar yang dilakukan melibatkan aspek intelektual dan karakter yang menyentuh aspek yang hakiki. Namun tidak jarang sebagian perempuan membutuhkan aspek aksesoris untuk melengkapi kesempurnaan
citra diri mereka. Aksesoris ini lebih bersifat fisik, penunjang, bahkan seringkali tidak prinsip.
Seorang wanita pengusaha menyempurnakan citra dirinya dengan sebuah
mobil mewah meskipun tanpa mobil mewahpun mungkin citra dirinya tidak
terganggu. Seorang mahasiswi mengekspose citra dirinya dengan menenteng PC
tablet 7 inchi sambil berjalan melenggang meskipun sebenarnya tablet itu bisa
dimasukkan di dalam tas. Seorang ibu rumah tangga yang kaya menyempurnakan
citra dirinya (red: gengsi) dengan menyekolahkan anaknya di sekolah yang mahal
(yang memang terbukti berkualitas) meski mungkin ada sekolah yang cukup
berkualitas dan tidak semahal itu. Sehingga sering terdengar ungkapan,” Iya
nih,jeng,SPP anak saya mahal.” Dimana
maksud sebenarnya bukan menginformasikan besaran spp anaknya, tapi untuk
menunjukkan citra dirinya sebagai
orang kaya.
Namun, akankah abadi citra diri tersebut? Interaksi perempuan dalam
berbagai segi kehidupan bukan hanya berlangsung sehari dua hari, setahun dua
tahun. Interaksi tersebut bisa berlangsung cukup lama. Persepsi yang diberikan
orang lain kepada kita bisa tetap, naik atau bahkan sebaliknya.Ketika aspek aspek hakiki dalam pembentukan
citra diri terus dipertahankan,maka kemungkinan menurunnya citra diri akan
kecil. Usaha tak kenal henti untuk menuntut ilmu baik ilmu agama maupun ilmu
dunia baik melalui jalur formal maupun
informal serta menjaga budi pekerti seorang perempuan merupakan diantara banyak
langkah yang diperlukan.
Dinamika kehidupan terus berkembang. Hidup tidak terus berjalan
mulus. Jalan hidup tidaklah linier. Tekanan hidup pun bisa datang silih
berganti. Pengalaman hidup masa lalu dan masa kini, kegagalan dan kesuksesan
akan banyak mewarnai seorang perempuan dalam menaik turunkan citranya. Bahkan dalam waktu dan situasi yang tak
terduga citra bisa berubah dengan cepatnya. Seorang perempuan yang dulunya
terkenal santun bisa berubah jadi tak bermoral. Seorang pedagang wanita yang
dulunya terkenal jujur, predikat itu bisa lenyap dengan tiba tiba. Seorang ibu
rumah tangga yang terkenal penyabar, bisa mendadak menjadi pelaku utama KDRT
Ketidaksiapan seorang perempuan dalam mempertahankan citra dirinya
bisa juga muncul bukan karena tekanan hidup, tapi justru datang
dari obsesi
kehidupannya. Di negeri antah
berantah, seorang perempuan politisi yang sebelumnya bercitra relative baik di mata sebagian masyarakat dengan
kepeduliannya kepada komunitas buruh, pada titik tertentu terlindas oleh
obsesinya sendiri ketika dia tergelincir dalam sebuah kompetisi politik meski
sudah menempuh berbagai cara termasuk kecurangan.
Jadi, ketika upaya perbaikan citra diri dilakukan dengan semestinya,
maka hasilnya relative akan sesuai yang diharapkan. Namun ketika upaya pencitraan
diri lebih mendominasi jangan harapkan yang positip di penghujungnya.
Karena pencitraan lebih tidak bersifat hakiki. Banyak aksessoris dan
topeng yang meliputinya. Jalan pintas, ketidakjujuran,kepalsuan, sering
digunakan untuk mendongkrak citra dirinya.Sehingga dalam media, hampir tiap
hari kita dengar, “ah,itu kan cuma pencitraan .” karena memang pencitraan lebih
bermakna negative. Mungkin orang lain bisa saja terkecoh oleh pencitraan yang
dilakukannya. Namun yakinlah hal itu tidak akan membantu dalam jangka panjang.
Maka , jadilah perempuan yang mampu menjaga citra diri yang hakiki, tanpa pencitraan. Setiap orang hanya
akan terlihat citranya terjaga ketika dia
teruji dalam berbagai medan, dalam kurun yang terus berjalan, dan dalam situasi
yang biasa dan situasi yang tidak biasa.
Lalu, kapan dan bagaimana perempuan harus berkiprah ?
Perempuan sebagaimana laki - laki juga membutuhkan aktualisasi diri
mereka. Mereka secara naluriah ingin berkiprah dalam gelanggang kehidupan.
Kiprah mereka ada yang lebih fokus melibatkan fisik seperti para relawan
misalnya, fokus ke pemikiran, fokus ke masalah spiritual, ataupun ketiganya.
Kiprah diri yang mereka lakukan biasanya merupakan perwujudan dari ideology,
cita cita atau pemikiran yang disandangnya. Sehingga
tidak heran ketika kita melihat seorang perempuan misalnya, yang mendedikasikan
diri untuk hal hal yang sepintas “tidak masuk akal” seperti mendidik anak anak
miskin di kampung pemulung dengan meninggalkan profesi dia yang telah mapan dan
contoh contoh yang lain. Mereka mampu melakukan itu karena ada pendorong yang
kuat dalam jiwa mereka. Mereka bisa terdorong karena motif sosial belaka.
Mereka pun bisa terdorong karena factor ideologis entah sosialisme,
marhainisme, marxisme atau isme yang lain.
Lalu, bagaimana dengan kita perempuan muslimah ?
Allah berfirman dalam QS At
Taubah 106,yang artinya,”Dan katakanlah,” Beramallah kamu, maka Allah, Rasul
Nya dan orang - orang beriman akan melihat amalmu itu…”
Inilah yang seharusnya menjadi spirit utama penggerak segala
amaliyah kita. Kita diperintahkan untuk menyegerakan beramal bukan berleha
leha, bertele tele, bermalas malas, apalagi menikmati kegalauan kita. Masalah
waktu menjadi sangat penting. Waktu tidak dapat diulang . Kita tidak disediakan
mesin pemutar waktu.
Jangan menunggu kesempurnaan untuk memulai sesuatu. Bahkan tidak
jarang terjadi, sesuatu yang semula terkesan kecil, terkesan sederhana, suatu
ketika akan bernilai tinggi bahkan menjadi pelopor karena ketika kita
memulainya di masa lalu, dalam keadaan tepat waktu, ketika orang lain belum
melakukannya, bahkan belum memikirkannya bahwa hal itu ada.
Dalam proses kiprah diri
itu selalu ada ,pembelajaran. Proses pembelajaran yang terus menerus akan
semakin mendekatkan kepada kesempurnaan. Sehingga apa yang diisyaratkan Allah
dalam bagian ayat tersebut ,”…………dan orang - orang beriman akan melihat amalmu
itu.” mereka akan melihat dan merasakan kiprah nyata kita sehingga merekapun akan
menilai citra diri kita. Maka, janganlah
terlalu disibukkan dengan citra diri , sehingga melupakan kiprah diri. Tapi
sibukkanlah dengan kiprah diri kita, maka citra diri akan mengikuti.
Syahidah Peduli (Seri pemberdayaan perempuan-2)
0 comments:
Post a Comment