Saturday 18 May 2013

Like Mother Like Daughter


Syahdan, di salah satu sudut kota terjadi dialog antar seorang ibu dan putrinya yang berumur 18 tahun.
Ibu:” Nak, ibu semakin khawatir akan pergaulanmu selama ini. Kamu sudah bukan anak kecil lagi. Seharusnya kamu lebih bisa menjaga diri. Hati hati dalam pergaulan,nak. Hati hati pilih teman..”
Putrinya:” Alaah, mama. Udah gak usah ikut campur urusan aku. Masa aku harus ngumpet di rumah terus. Ini jamannya gaul,ma. Lagian temen aku asyik asyiiik…
Ibu:” Mama makin sedih mendengar jawabanmu. Dulu,ketika kamu masih SMP kamu sempat masuk lima besar. Tapi akhir akhir ini……. Bahkan ada beberapa nilai merah di rapormu..(sang ibu mendesah sambil menitikkan air matanya)
Putrinya: ”Udah, udahlah,ma..gitu aja pake nangis. Biasa kalee… Kadang hitam..kadang merah... abis itu kuning deh…he he he…
Ibu: ”Ya Allah… apa dosa dan kesalahanku sehingga anakku bisa seperti ini…Nak, bukankah kamu lihat…gara gara mikirin kamu..gara gara melihat tingkah lakumu, mama jadi banyak ubanan begini…Padahal sebenarnya mama belum cukup tua dan belum pantas ubanan sebanyak ini…”
Putrinya: ” Lhoo…..jadi…..aku telah ngecewain mama  ??…………Bukankah nenek udah ubanan juga…..jadi mama juga ngecewain dan bikin sedih nenek dong………………..he he he……..(sang nenek telah berusia 65 tahun dan memang sudah saatnya penuh uban)…………………….

Dalam selang waktu yang tak berbeda jauh, di salah satu perumahan elit terjadi dialog antara seorang ayah dan dua putrinya…..
Ayah: ”Putri, kenapa kamu tidak masuk kulIah lagi nak…. bukankah kemarin juga udah tidak masuk ?”
Putrinya: ”Kuliah? nggak akh…. Putri gak tahan denger sindiran temen temen putri….Kenapa sih pa, mama bisa seperti itu? Bukankah gaji mama sudah cukup…lalu kenapa pake korupsi segala…..jadinya gini deh,, aku yang jadi korban….Kenapa mama gak mikir, kalau korupsinya ketangkep kan masuk penjara kayak gini….”
Ayah: ”Sabar, putri…dulu papa juga sudah pernah bilang ke mama agar tidak usah kerja, cukup papa.. tapi mamamu selalu ngeyel dengan alasan mana cukup gaji papa untuk nyenangin keluarga…?
Putri: ”Abis, papa sih…..kenapa papa gak cari kerja yang gajinya gede….???
Tak lama kemudian….masuklah Ani, putri kedua dari sang ayah…..
Ayah: ”Ani, dari mana saja kamu  ? kenapa baju kamu lusuh seperti itu ??
Ani: ”Yah, begitulah, pa…….Ani terpaksa ngeluarin bogem Ani ke temen sekelas….udah lama kagak gunain ilmu beladiri Ani nih…….sayang kan  sabuk hitamnya mubazir, he he he…..
Ayah: ”Emang kenapa Ani ?
Ani: ”Abisnya, temen Ani kelewatan sih…….ngledekin Ani terus…….Dan yang paling menyakitkan itu,tu      
Pa, dia bilang…….Like Mother Like Daughter…..Udah deh,, langsung bogem Ani mendarat di mukanya….”
Ayah: "Terus apa yang terjadi ?”
Ani: ”Yah, gitulah….Ani dikeroyok ama dua cewek..Tapi tenang pa, Ani menang kok.”
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
 
Dua gambaran sekelumit adegan kehidupan yang lazim dari kehidupan nyata. Dua kondisi di dua rumah tangga yang berbeda….sungguh memilukan…..take and give terjadi di dua tempat itu.…..bukan take and give-saling memberi dan menerima kebahagiaan….tapi take and give-saling memberi masalah dan menerima kepahitan…….
Di sudut kota…sang ibu menerima kepahitan dari anaknya..di perum elit…..sang anak mengalami hal serupa dari ibunya…………………

Tidak ada satu orang tuapun yang menginginkan kehidupan anaknya sengsara di dunia. Orang tua menempuh beragam cara agar anaknya sukses kehidupannya kelak di dunia. Sejak anaknya kecil mereka telah berupaya untuk mencari sekolah yang terbaik buat anaknya. Sejak tk,sd, smp terus berlanjut hingga jenjang berikutnya. Bahkan bukan hanya itu saja, anaknya pun diikutkan pada beberapa macam kursus seperti menari,menyanyi,dsb.
Ya,prinsipnya ingin menjadi ibu maximalist. Seorang ibu yang siap memaksimalkan apa saja, mengeluarkan apa saja, berapapun itu, demi kesuksesan hidup anaknya di dunia. Mereka menganggap factor penentu kesuksesan anaknya kelak hanyalah pendidikan di bangku sekolah serta pemenuhan kebutuhan fisik duniawi lainnya semata. Dianggapnya hal itu sudah cukup tanpa mempertimbangakan factor factor lainnya.

Banyak orang tua kurang menyadari bahwa ketika mereka menjadi ibu maximalist dalam waktu bersamaan sebenarnya mereka juga berperan sebagai ibu minimalist. Ya, sangat minimal dalam hal pemenuhan kebutuhan pemahaman agama kepada anaknya. Sangat minimal dalam membina diri mereka sendiri dan sangat minimal dalam memberikan keteladanan kepada anaknya.

Mereka kurang membina diri dengan bekal keagamaan yang memadai.Juga mengabaikan pemenuhan kebutuhan ruhani putra putrinya. Padahal dunia luas dan keras yang dihadapi putra putrinya membutuhkan jawaban jawaban dan solusi yang tidak sederhana. Ketika putri mereka di satu sisi telah terwarnai dengan hal hal negatif dari lingkungan dan rekan mereka, disisi lain orang tua mereka tidak dapat menjawab pertanyaan pertanyaan mendasar yang harus mereka pecahkan apalagi mencari solusinya, akhirnya terjadilah kegundahan, kekeringan jiwa, kekecewaan psikologis yang menumpuk yang berujung pada kemerosotan moral putrinya sekaligus penurunan prestasi belajarnya.

Padahal dengan bekal ilmu agama yang cukup dan mengamalkannya, sang ibu bisa menjadi role model bagi putra putrinya. Sang ibu bisa menjadi pelabuhan untuk mendaratkan semua keluh kesah mereka. Sang ibu bisa menjadi nara sumber bagi pemenuhan ilmu kegamaan mereka. Bukan hanya sampai di situ. Sang ibu juga tidak akan kehilangan satu asset berharga dari putrinya. Ketika pemenuhan kebutuhan keagamaan benar benar diperhatikan disamping kebutuhan pendidikan dan kebutuhan duniawi lainnya, sang putri dapat menjadi partner yang bermanfaat ketika sudah menginjak remaja.

Ibarat permainan sepak bola - olah raga yang digemari kaum lelaki, namun juga dipahami kaum perempuan, bahwa sepak bola adalah permainan tim,bukan individu - ketika mendapat serangan dari lawan, mereka akan bahu membahu mempertahankan gawangnya dari kebobolan. Demikianpun ketika hendak melakukan penyerangan ke gawang lawan, mereka akan saling mengumpan bola dan bekerjasama agar bola masuk ke gawang lawan. Ketika menghadapi masalah,antara ibu dan anak akan menjadi partner yang serasi dalam bertukar pikiran untuk mencari solusi. Juga ketika merencanakan sesuatu yang bermanfaat mereka akan bekerjasama untuk mencapainya. Karena mereka berada dalam pemikiran yang sama, mereka berada pada visi keagamaan yang sama.

Dua ilustrasi kehidupan diatas menjadi miniatur semua problem antara ibu dan anak perempuan mereka ketika menginjak remaja dan dewasa. Apapun macam masalah yang dihadapi, dapat dimasukkan dalam dua type besar masalah seperti di atas. Yang pertama, sang anak menjadi sumber masalah dalam rumah tangga mereka terutama menyangkut perilakunya yang tentu akan berimbas ke hal lainnya seperti prestasi belajar,dll. Angka pengguguran kandungan di kalangan pelajar cukup tinggi. Peristiwa kekerasan pelajar yang biasanya terjadi pelajar laki - laki, kini mulai lazim terjadi di kalangan pelajar putri. Bahkan dalam beberapa tayangan media bullying dilakukan dengan bangga sambil direkam dalam hp….. Sang ibu dalam hal ini ada yang menyadari bahwa semua ini bersumber dari kesalahan dia dalam mendidik putrinya selama ini. Namun ada juga yang sama sekali tidak menyadari bahwa sumber awal dari semua masalah ini adalah kesalahan dia. Seperti ilustrasi ungkapan dialog di atas, “Ya, Allah, apa kesalahanku selama ini, sehingga anakku bisa seperti ini ?”  Yang jelas, yang ada tinggal penyesalan sambil mengharap keajaiban agar hal itu berubah…….

Yang kedua, justru sang ibu menjadi sumber banyak masalah bagi keluarganya, terutama bagi putrinya. Minimnya filter keagamaan yang dimiliki, ego  serta obsesi pribadi yang berlebihan yang bahkan sering melanggar kodratnya sebagai perempuan sering menjadi penyebab utama. Dan tidak jarang sang anak akan ikut “menanggung” dosa  ibunya. Karena memang kultur pemikiran masyarakat masih menganggap bahwa apa apa yang ditampakkan orang tua lewat perilaku akan menurun kepada anaknya. Meskipun tentu pemikiran ini tidak sepenuhnya benar. Betapa malang seorang anak perempuan yang mendapat “CAP” negative, gara gara perilaku orang tuanya………

Oleh karena itu, kita sebagai kaum perempuan, baik sebagai seorang ibu, sebagai seorang remaja putri, maupun sebagai calon ibu di kemudian hari, sadarlah bahwa kita bertanggung jawab terhadap semua yang kita lakukan . Dan kitapun bertanggung jawab terhadap apa yang diamanahkan kepada kita.
“Quu anfusakum waahlikum naaraa…..”

Like Mother…like daughter…………

Syahidah Peduli (Seri Pemberdayaan Perempuan-3)

2 comments:

  1. baca tulisan tulisan berikutnya di. intanyuliani.com

    ReplyDelete
  2. baca artikel berikutnya. di. web. intanyuliani.com

    ReplyDelete