Syahdan, di salah satu sudut kota terjadi dialog
antar seorang ibu dan putrinya yang berumur 18 tahun.
Ibu:” Nak, ibu semakin khawatir akan pergaulanmu
selama ini. Kamu sudah bukan anak kecil lagi. Seharusnya
kamu lebih bisa menjaga diri. Hati hati dalam pergaulan,nak. Hati hati pilih
teman..”
Putrinya:” Alaah, mama. Udah gak usah ikut campur
urusan aku. Masa aku harus ngumpet di rumah terus.
Ini jamannya gaul,ma. Lagian temen aku asyik asyiiik…
Ibu:” Mama makin sedih mendengar jawabanmu.
Dulu,ketika kamu masih SMP kamu sempat masuk lima
besar. Tapi akhir akhir ini……. Bahkan ada beberapa nilai merah di rapormu..(sang
ibu mendesah
sambil menitikkan air matanya)
Putrinya: ”Udah, udahlah,ma..gitu aja pake nangis. Biasa
kalee… Kadang hitam..kadang merah... abis itu
kuning deh…he he he…
Ibu: ”Ya Allah… apa dosa dan kesalahanku sehingga anakku
bisa seperti ini…Nak, bukankah kamu lihat…gara
gara mikirin kamu..gara gara melihat tingkah lakumu, mama jadi banyak ubanan begini…Padahal sebenarnya mama belum cukup tua dan belum pantas ubanan sebanyak
ini…”
Putrinya: ” Lhoo…..jadi…..aku telah ngecewain mama ??…………Bukankah nenek udah ubanan juga…..jadi mama
juga ngecewain dan bikin sedih nenek dong………………..he he he……..(sang nenek
telah berusia
65 tahun dan memang sudah saatnya penuh uban)…………………….
Dalam selang waktu yang tak berbeda jauh, di salah
satu perumahan elit terjadi dialog antara seorang ayah dan dua putrinya…..
Ayah: ”Putri, kenapa kamu tidak masuk kulIah lagi
nak…. bukankah kemarin juga udah tidak masuk ?”
Putrinya: ”Kuliah? nggak akh…. Putri gak tahan denger
sindiran temen temen putri….Kenapa sih pa, mama bisa seperti itu? Bukankah gaji mama sudah cukup…lalu kenapa
pake korupsi segala…..jadinya gini deh,, aku yang jadi korban….Kenapa mama gak mikir, kalau
korupsinya ketangkep kan masuk penjara kayak gini….”
Ayah: ”Sabar, putri…dulu papa juga sudah pernah
bilang ke mama agar tidak usah kerja, cukup papa.. tapi mamamu selalu ngeyel dengan alasan
mana cukup gaji papa untuk nyenangin keluarga…?
Putri: ”Abis, papa sih…..kenapa papa gak cari kerja
yang gajinya gede….???
Tak lama kemudian….masuklah Ani, putri kedua dari
sang ayah…..
Ayah: ”Ani, dari mana saja kamu ? kenapa baju kamu lusuh seperti itu ??
Ani: ”Yah,
begitulah, pa…….Ani terpaksa ngeluarin bogem Ani ke temen sekelas….udah lama
kagak gunain ilmu beladiri Ani nih…….sayang kan sabuk hitamnya mubazir, he he he…..
Ayah: ”Emang
kenapa Ani ?
Ani: ”Abisnya, temen Ani kelewatan sih…….ngledekin Ani terus…….Dan yang paling
menyakitkan itu,tu
Pa,
dia bilang…….Like Mother Like Daughter…..Udah
deh,, langsung bogem Ani mendarat di mukanya….”
Ayah: "Terus apa yang terjadi ?”
Ani: ”Yah, gitulah….Ani dikeroyok ama dua
cewek..Tapi tenang pa, Ani menang kok.”
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Dua gambaran sekelumit adegan kehidupan yang lazim dari
kehidupan nyata. Dua kondisi di dua rumah tangga yang berbeda….sungguh
memilukan…..take and give terjadi di dua tempat itu.…..bukan take and give-saling memberi dan menerima kebahagiaan….tapi take and give-saling memberi masalah dan menerima
kepahitan…….
Di sudut kota…sang ibu menerima kepahitan dari
anaknya..di perum elit…..sang anak mengalami hal serupa dari ibunya…………………
Tidak ada satu orang tuapun yang menginginkan
kehidupan anaknya sengsara di dunia. Orang tua menempuh beragam cara agar
anaknya sukses kehidupannya kelak di dunia. Sejak anaknya kecil mereka telah
berupaya untuk mencari sekolah yang terbaik buat anaknya. Sejak tk,sd, smp terus
berlanjut hingga jenjang berikutnya. Bahkan bukan hanya itu saja, anaknya pun diikutkan
pada beberapa macam kursus seperti menari,menyanyi,dsb.
Ya,prinsipnya ingin menjadi ibu maximalist. Seorang
ibu yang siap memaksimalkan apa saja, mengeluarkan apa saja, berapapun itu,
demi kesuksesan hidup anaknya di dunia. Mereka menganggap factor penentu
kesuksesan anaknya kelak hanyalah pendidikan di bangku sekolah serta pemenuhan kebutuhan
fisik duniawi lainnya semata. Dianggapnya hal itu sudah cukup tanpa
mempertimbangakan factor factor lainnya.
Banyak orang tua kurang menyadari bahwa ketika mereka
menjadi ibu maximalist dalam waktu bersamaan sebenarnya mereka juga
berperan sebagai ibu minimalist. Ya,
sangat minimal dalam hal pemenuhan
kebutuhan pemahaman agama kepada anaknya. Sangat minimal dalam membina diri mereka sendiri dan sangat minimal dalam memberikan keteladanan kepada
anaknya.
Mereka kurang membina diri dengan bekal keagamaan
yang memadai.Juga mengabaikan pemenuhan kebutuhan ruhani putra putrinya.
Padahal dunia luas dan keras yang dihadapi putra putrinya membutuhkan jawaban
jawaban dan solusi yang tidak sederhana. Ketika putri mereka di satu sisi telah
terwarnai dengan hal hal negatif dari lingkungan dan rekan mereka, disisi lain
orang tua mereka tidak dapat menjawab pertanyaan pertanyaan mendasar yang harus
mereka pecahkan apalagi mencari solusinya, akhirnya terjadilah kegundahan,
kekeringan jiwa, kekecewaan psikologis yang menumpuk yang berujung pada
kemerosotan moral putrinya sekaligus penurunan prestasi belajarnya.
Padahal dengan bekal ilmu agama yang cukup dan
mengamalkannya, sang ibu bisa menjadi role
model bagi putra putrinya. Sang ibu bisa menjadi pelabuhan untuk mendaratkan
semua keluh kesah mereka. Sang ibu bisa menjadi nara sumber bagi pemenuhan ilmu kegamaan mereka. Bukan hanya sampai
di situ. Sang ibu juga tidak akan kehilangan satu asset berharga dari putrinya.
Ketika pemenuhan kebutuhan keagamaan benar benar diperhatikan disamping
kebutuhan pendidikan dan kebutuhan duniawi lainnya, sang putri dapat menjadi
partner yang bermanfaat ketika sudah menginjak remaja.
Ibarat permainan sepak bola - olah raga yang digemari
kaum lelaki, namun juga dipahami kaum perempuan, bahwa sepak bola adalah permainan
tim,bukan individu - ketika mendapat serangan dari lawan, mereka akan bahu
membahu mempertahankan gawangnya dari kebobolan. Demikianpun ketika hendak
melakukan penyerangan ke gawang lawan, mereka akan saling mengumpan bola dan bekerjasama
agar bola masuk ke gawang lawan. Ketika menghadapi masalah,antara ibu dan anak
akan menjadi partner yang serasi dalam bertukar pikiran untuk mencari solusi. Juga
ketika merencanakan sesuatu yang bermanfaat mereka akan bekerjasama untuk
mencapainya. Karena mereka berada dalam pemikiran yang sama, mereka berada pada
visi keagamaan yang sama.
Dua ilustrasi kehidupan diatas menjadi miniatur
semua problem antara ibu dan anak perempuan mereka ketika menginjak remaja dan
dewasa. Apapun macam masalah yang dihadapi, dapat dimasukkan dalam dua type
besar masalah seperti di atas. Yang pertama, sang anak menjadi
sumber masalah dalam rumah tangga mereka terutama menyangkut perilakunya yang
tentu akan berimbas ke hal lainnya seperti prestasi belajar,dll. Angka
pengguguran kandungan di kalangan pelajar cukup tinggi. Peristiwa kekerasan
pelajar yang biasanya terjadi pelajar laki - laki, kini mulai lazim terjadi di
kalangan pelajar putri. Bahkan dalam beberapa tayangan media bullying dilakukan
dengan bangga sambil direkam dalam hp….. Sang ibu dalam hal ini ada yang
menyadari bahwa semua ini bersumber dari kesalahan dia dalam mendidik putrinya
selama ini. Namun ada juga yang sama sekali tidak menyadari bahwa sumber awal
dari semua masalah ini adalah kesalahan dia. Seperti ilustrasi ungkapan dialog
di atas, “Ya, Allah, apa kesalahanku selama ini, sehingga anakku bisa seperti
ini ?” Yang jelas, yang ada tinggal
penyesalan sambil mengharap keajaiban agar hal itu berubah…….
Yang kedua, justru
sang ibu menjadi sumber banyak masalah bagi keluarganya, terutama bagi
putrinya. Minimnya filter keagamaan yang dimiliki, ego serta obsesi pribadi yang berlebihan yang
bahkan sering melanggar kodratnya sebagai perempuan sering menjadi penyebab
utama. Dan tidak jarang sang anak akan ikut “menanggung” dosa ibunya. Karena memang kultur pemikiran
masyarakat masih menganggap bahwa apa apa yang ditampakkan orang tua lewat
perilaku akan menurun kepada anaknya. Meskipun tentu pemikiran ini tidak
sepenuhnya benar. Betapa malang seorang anak perempuan yang mendapat “CAP” negative,
gara gara perilaku orang tuanya………
Oleh karena itu, kita sebagai kaum perempuan, baik sebagai seorang ibu, sebagai seorang remaja putri,
maupun sebagai calon ibu di kemudian
hari, sadarlah bahwa kita bertanggung jawab terhadap semua yang kita
lakukan . Dan kitapun bertanggung jawab terhadap apa yang diamanahkan kepada
kita.
“Quu anfusakum waahlikum naaraa…..”
Like Mother…like daughter…………
Syahidah Peduli (Seri Pemberdayaan Perempuan-3)
baca tulisan tulisan berikutnya di. intanyuliani.com
ReplyDeletebaca artikel berikutnya. di. web. intanyuliani.com
ReplyDelete